Rabu, 19 Desember 2012

SESIATAN ANGGEN NGUKUHAN RASA MENYAMA BRAYA


 Om Swastiastu

Kata perang selalu identik dengan kekerasan maupun tindakan yang anarkis, namun berbeda halnya dengan perang yang terjadi di beberapa wilayah yang ada di Bali. Perang ini malah menjadi ajang untuk menyama braya (menjalin persaudaraan) antar sesama warga. Berikut ini adalah merupakan contoh-contoh beberapa perang unik yang ada di Bali. Walaupun informasinya kurang lengkap karena saya sendiri masih dalam proses belajar, namun saya harapkan dapat memberi sedikit pengetahuan bagi pembaca sekalian

MEKOTEK

Mekotek atau Gerebek Mekotek merupakan salah satu tradisi unik yang terdapat di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Tradisi ini dimulai pada saat zaman kerajaan Badung, yang dilatar belakangi oleh peristiwa penyambutan maupun pelepasan para prajurit kerajaan Badung, yang akan menuju medan laga maupun yang sudah kembali dan membawa kemenangan atas nama kerajaan Badung. Upacara ini sendiri sampai saat ini masih dapat kita jumpai disetiap Hari Raya Kuningan. Dahulu ketika zaman kependudukan kolonial Belanda di Bali, tradisi mekotek sempat ditiadakan. Efeknya adalah beberapa warga Desa Munggu meninggal mendadak dan terjadi gerubug(wabah). Maka setelah mengalami perundingan yang cukup alot dengan pihak Belanda akhirnya tradisi mekotek dapat kembali digelar.

Upacara mekotek ini pada awalnya menggunakan tombak dari besi, demi alasan keamanan tombak dari besi kemudian diganti dengan tongkat yang panjangnya kira-kira 2-3,5 meter. Para peserta mekotek dari beberapa banjar yan berada di Desa Munggu berkumpul di Pura Dalem Desa Munggu sebelum melakukan tradisi mekotek. peserta laki-laki yang mengenakan pakaian adat ringan dan  berusia sekitar 12-60 tahun ikut berpartisipasi dalam upacara ini. Mereka kemudian berjalan bersama mengitari desa sambil membawa tongkat kayu tersebut. Setelah selesai mengitari desa merekapun kembali menuju areal Pura Dalem, mendekati areal Pura mereka membentuk beberapa kelompok untuk saling beradu tongkat kayu, tongkat kayu dibenturkan sehingga berbunyi "tek..tek..tek" dan dibentuk mengkrucut. Bagi peserta yang mempunyai nyali yang cukup besar, maka ia akan naik ke atas tumpukan tongkat kayu yang mengkrucut tersebut.

Inilah tradisi yang ditunjukan untuk peristiwa menangnya dharma melawan adharma, selain melestarikan tradisi, upacara ini juga menjadi ajang untuk mesawitra (mencari teman) atau menyama braya (menjalin persaudaraan).Berikut ini adalah dokumentasi upacara mekotek:


warga yang naik ke atas puncak tongkat kayu yang mengkrucut.


warga yang berebut menaiki puncak tongkat kayu yang mengkrucut.



MAGERET PANDAN 

Aci Perang Pandan terkait pelaksanaan upacara Usabha Sambah di Pura Puseh Desa Tenganan Paggringsingan, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali merupakan salah satu tradisi perang unik milik Pulau Bali. Atraksi perang pandan yang merupakan simbol prajurit kesatria dewa Indra ketika bertempur melawan menundukkan keangkaramurkaan Maya Danawa, sekaligus menggambarkan mitos sebagai wujud rasa bakti pada leluhur yang ditandai luka tetesan darah ketika megeret pandan.

Menurut buku cerita Usana Bali, disebutkan bahwa warga Desa Tenganan adalah merupakan keturunan dari warga Desa Peneges dilingkungan kerajaan Bedahulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Raja bertahta saat itu adalah Raja Maya Denawa yang berwatak kejam dan angkuh dan selama masa pemerintahannya, Maya Denawa tidak mengijinkan rakyatnya untuk ngaturan sembah (sembahyang) kehadapan para dewa. Hal hasil para dewapun mejadi murka, kemudian diutuslah dewa Indra (dewa perang) untuk memerangi Maya Denawa. Pada akhirnya Maya Denawa mengalami kekalahan. Sebagai ucapan trimakasih atas jasa dewa Indra, masyarakatpun mengadakan upacara yang disebut Aswameda Yadnya.

Saat sedang akan memulai yadnya, tiba-tiba kuda yang akan dijadikan caru yang disebut Onceswara menghilang. Dewa Indrapun menugaskan masyarakat Desa Peneges untuk mencari kuda tersebut. Warga dipecah menjadi dua kelompok, kelompok yang dipimpin oleh Ki Patih Tunjung Biru yang menuju arah timur berhasil menemukan kuda tersebut dalam keadaan mati, daerah tersebut saat ini dikenal dengan sebutan Batu Jaran. Dewa Indra kemudian memberikan hadiah kepada Ki patih dengan memberikan wilayah kekuasaan untuknya dengan wilayah yang mencangkup bau kuda yang sudah mati tesebut, Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan. Untuk menghormati peristiwa tersebut maka di Desa Tenganan diadakan mageret pandan untuk memperingati keperkasaan Dewa Indra sebagai Dewa Perang.

Mageret pandan ini merupakan suatu permainan yang menjadi permainan wajib bagi truna-truna (remaja laki-laki) Desa Tenganan karena melambangkan keperkasaan seorang lelaki yang akan meneruskan tradisi Desanya, Permainan ini menggunakan perisai dari anyaman ate berbentuk bulat dan daun pandan berduri tajam yang dipegang dan dijadikan senjata untuk melukai lawan.Namun meskipun luka mereka tidak memiliki rasa dendam, yang ada hanyalah rasa gembira dan semakin terjalinnya persaudaraan. Luka yang mereka dapatkan dalam perang pandan diobati dengan boreh(obat tradisional) dari bahan dasar kunyit yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit. Berikut dokumentasi mageret pandan : 





Demikianlah beberapa perang unik yang ada di Bali, semoga bermanfaat bagi kita semua.

Om Santhi,Santhi,Santhi Om













Tidak ada komentar:

Posting Komentar